Mulut gue setengah kebuka sambil ngeliatin tugu sepeda motor di samping jalan didaerah bernama Camplong ini. Banyak cerita yang beredar tentang tugu ini, tapi katanya sih pada suatu hari ada kecelakaan dimalam hari – satu sepeda motor yang ditumpangin suami istri dan anak. Mereka meninggal di tempat tapi nggak ditemuin identitas apapun di badan mereka dan setelah berhari-hari nggak ada yang tau siapa mereka dan nggak ada yang nyari juga. Akhirnya sama warga dan polisi setempat bangkai motornya di jadiin tugu – supaya siapa tau ada keluarga yang ngenalin pas lewat- sekaligus jadi peringatan semua orang untuk hati-hati.
Tugu Camplong ini salah satu yang kita lewatin di jalan darat menuju ke So’e. Perjalanannya 2.5 jam setengah kurang lebih dari Kupang dan jalannya berliku-liku dan menanjak terus, soalnya So’e terletak di kurang lebih 1000 meter diatas permukaan laut. Semacam Puncak untuk Jakarta, So’e adalah daerah dingin tempat orang-orang Kupang liburan kalo mulai gerah di Kupang. Hehehe.
Kembali lagi ke daerah Camplong yang adalah rute standar untuk menunju So’e, gue sempat mampir di sebuah tempat yang tadinya diniatin jadi ‘Taman Safari’ sama pemerintah, namanya Taman Wisata Camplong. Katanya sih ada rusa, kelinci, ular, buaya dan lain-lain. Pas gue mampir, si ‘taman safari’ ini di kenyataannya sudah jadi kumpulan pohon besar, nyaris tanpa hewan. Cuma ada sebuah kolam yang dipake cuci baju dan anak kecil mandi, 2 ekor buaya dalam kandang yang gue prediksi mungkin bakal mati sebulan kedepan, beberapa gua kosong yang bentuknya serem, dann… hm… udah. Sad. so sad. Ada kandang ular dengan keterangan ‘ular piton 8 meter’ tapi ular nya udah nggak ada. Gue mendadak celingukan kanan kiri… ini ularnya udah mati apa kabur ya? hiyyyyyyy.
Dari situ kurang lebih sejam di perjalanan, mobil kita berenti karena ‘dihadang’ beberapa anak muda jualan jagung! Ini ternyata berenti sukarela, bukan karena paksaan, soalnya katanya sih udah kewajiban untuk beli jagung disini. Jagungnya ada yang warna putih (jagung pulut) dan kuning and i am telling you, they are just the best corn ever! Uenak banget jagungnya, nggak mungkin puas makan 1 atao 2. Mereka ngejual 7 buah untuk 10 ribu rupiah aja! Gue juga akhirnya sempat parkir di dekat sini untuk makan makanan khas Nusa Tenggara Timur yang namanya jagung bose (jagung tumbuk manis dicampur santan) plus makan kue cucur dan minum teh panas di satu warung sambil ngeliatin pemandangan sawah hijau dibelakang warungnya. Not bad.
Lanjutin perjalanan menuju So’e, kita ngelewatin beberapa jembatan, termasuk satu jembatan yang terkenal banyak buayanya. Banyak orang mampir disini untuk foto-foto atau sekedar nongkrong aja di Jembatan Buaya. Mungkin lagi uji nyali. hehehe. Di sekitar Kupang dan sekitarnya, buaya memang lagi bahan pembicaraan yang anget banget beberapa tahun terakhir, soalnya mungkin karena masalah alam, banyak buaya keluar ke muara dan nge gigit-gigitin orang di sungai maupun pantai umum. Serem ya.
And you know whaaatttt? Ternyata bapak yang mengantar kita ke So’e ini, bapak Febri namanya, adalah salah satu survivor alias orang yang selamat setelah digigit buaya dua kali, di paha dan tangan!
“Gimana ceritanya pak Febri?”
“Ya… saya lagi antar turis jalan-jalan di danau yang ada buaya…lalu saya panggil buayanya karena turis mau liat, dan buaya datang mendekat. Sebenarnya buaya nggak akan ngapa-ngapain kita kalau kita nggak ganggu. Tapi tiba-tiba ada turis yang melempar batu ke arah buaya. Saya kaget, dan menengok kebelakang refleks untuk bilang jangan dilempar buayanya. Tapi ternyata efek dilempar dan gerakan tiba-tiba saya, si buaya merasa terganggu dan loncat dari air, langsung gigit paha saya. Itu buaya 4 meter”
*melongo dengerin cerita* “terus terus gimana pak?”
“Ya untung saya pakai jeans tebal waktu itu. Waktu sadar saya digigit, saya langsung mikir untuk nonjok hidung buaya, yang adalah bagian sensitifnya dia. Saya tonjok pake tangan kanan eh pas dia buka mulut. Jadinya tangan saya digigit. Kali ini saya bisa rasa tulang tangan saya remuk. Untung saya tenang, jadi saya bisa coba tonjok hidungnya pakai tangan kiri. Kali ini berhasil dan tangan saya dilepas”.
*masih speechless*
“Kuncinya cuma satu, yaitu tenang. Smua yang disitu panik, jadi saya ikat tangan saya sendiri yang sudah berdarah-darah pake baju, lalu minta diantar ke rumah sakit terdekat. Untung ada dokter bedah baru datang – hari pertama praktek- saya jadi pasien pertamanya. Dan puji Tuhan tangan berhasil dioperasi dan sekarang sudah bisa normal lagi”.
*not much to say…*
“habis itu saya dipikir orang-orang punya ilmu… tiap ada yang digigit buaya, biasanya sudah ditemukan mati, mereka datang ke saya…saya ikut bingung, loh kok pada laporan ke saya. soalnya disini buaya selain sebagai hewan, banyak yang masih disembah juga, dianggap keramat.. Tapi gini deh, lain kali kalo sampai digigit buaya, jangan panik. kalau panik, dan buaya nya sampai sempat berputar balik badannya, itu pasti nggak bisa selamat lagi. harus tetap tenang supaya bisa lepaskan diri sebelum dia berputar”.
………………….. “o okay…makasi nasehatnya Pak…” Semoga gue nggak pernah akan harus berantem sama buaya. EVER. amin.
and dengan berakhirnya cerita epik Pak Febri sampailah kita di So’e tepat setelah matahari terbenam. Kabut sudah turun dan penghuninya mulai pake jaket karena adem. Gue dan suami nginap di satu hotel dekat pasar So’e, -Hotel Dena namanya- yang sangat recommended untuk kota sekecil ini. Kamarnya bersih, ada air panas, free wi-fi, dapat makan pagi enak, bisa laundry, dan pelayanannya ramah.
Kota SOE terletak di Nusa Tenggara Timur di wilayah Timor Tengah Selatan (Jadi udah timur, tenggara, tengah, selatan lagi….banyak banget arah anginnya ya..hahaha).
Karena kotanya kecil, gue pikir pasti hopeless deh nggak ada yang bisa diliat disini.
Tapi ternyata gue salah. Banyak juga yang seru di kota SOE.
Contoh pertama yang paling sederhana deh, yaitu tempat tinggalnya. Warga So’e cukup banyak yang masih tinggal di rumah tradisional yang disebut rumah bulat. Rumah bulat ini menarik untuk diliat dari struktur maupun fungsinya. Ada yang menjadikannya sebagai rumah utama, ada yang ngejadiin sebagai dapur, tapi ada juga warga yang bikin rumah bulat disamping rumah utama khusus untuk bercinta. Ini bagi yang sudah nikah yaaa.. hehehe. Katanya suasana di dalam rumah bulat itu hangat banget, sehingga pas buat daerah pegunungan. Resikonya cuma satu kalo tinggal di rumah bulat: anaknya pasti banyak karena hangat itu tadi. Masuk rumah bulat beduaan, keluar rumah 3 orang sama dedek bayi. Hehehe.
Masuk hari minggu sore, gue menemukan tiba-tiba kota So’e mendadak sepi. Penduduknya menghilang semua entah kemana. Ternyata setelah ditelusuri, mereka lagi nonton TV rame-rame. Programnya bukan dangdut, bukan berita, bukan lawakan, tapi MotoGP.
Ternyata warga kota ini tergila-gila dengan MotoGP.
Saking sukanya, banyak warga yang rela miskin nggak punya apa-apa tapi yang penting punya motor trail !! Mereka punya pahlawan yang dicintai lebih dari siapapun, yaitu Valentino Rossi. Kocak abis! Jangan menyebut nama Rossi dengan sembarangan disini kalau mau pulang selamat. Hehe.
Hal lain yang menarik ialah sebuah Gereja tertua di So’e. Ternyata ada cerita tentang mujizat yang terjadi di gereja ini, yaitu air berubah menjadi anggur – sama seperti mujizat yang pernah dibuat Yesus di Alkitab.
Ceritanya bulan September 1965, waktu itu mereka lagi ibadah dan mau Perjamuan Kudus. Tapi mereka miskin banget jadi nggak punya uang beli sirup anggur apalagi wine beneran. Jadi mereka ambil air dari sebuah mata air di sungai dan air itu didoakan.
Tiba-tiba airnya berubah jadi anggur! Whoa!
Itu kejadian udah puluhan taun yang lalu ya, tapi masih ada satu orang saksi mata yang masih hidup – dan sekarang beliau menjadi pengurus sebuah panti asuhan di So’e. Gue pun foto di depan gereja ini, jadi turis sejati.
Next, yang seru di kota SOE, ada air terjun! Air terjun Oehala (oe artinya air – hala artinya tempat tidur) ini adalah air terjun 7 tingkat yang cuma sekitar 15 menit dari tengah kota. Begitu sampe, kita musti turun tangga yang lumayan banyak jumlahnya. Turun… turun.. turun…dan jeng jeng! Gue cukup kaget ngeliat air terjun cantik di depan mata. Ini bagus banget ya air terjunnya kayak air terjun buatan di rumah-rumah orang kaya tahun 90-an. Haha. Airnya berwarna sangat unik dan beneran ada 7 tingkat. It’s very pretty.
Kita ngeluarin bekal dan makan siang di samping air terjur. Disekitar air terjun ini banyak anjing liar kurus kelaparan yang sudah menunggu kita selesai makan untuk ngabisin remah-remahnya, termasuk seplastik sambal super pedes yang kita bawa! Dimakan sama bungkus-bungkusnya! Sadis. Ohya, pulang dari air terjun ini gue bawa oleh-oleh khusus yaitu lintah yang masuk dalam sepatu gue! Wakwaw!
Naik keatas sedikit dari Air Terjun Oehala, ada yang namanya Kilometer 12. Ini adalah nama puncak tertinggi di Kota So’e. Anak-anak muda kesini buat pacaran biasanya. Kalau hari cerah kita bisa ngeliat pemandangan spektakuler disini termasuk sebuah gunung marmer raksasa. Sayangnya waktu kita kesini, pas lagi hujan dan kabut parah, jadi pemandangan nya samar-samar doang, yang dapet malah angin kenceng, yang saking kencengnya nyaris bikin gue jatoh. Parah dingin nyaaaaa.
Next kita ke tengah kota untuk foto sama patung EL TARI. El Tari ini adalah salah satu pahlawan NTT yang pernah jadi Gubernur NTT dan Bupati di So’e juga di tahun 70-an. Ngomong-ngomong soal Bupati, gue dan suami dapet kehormatan waktu sampe So’e yaitu untuk bisa ke kantor pemerintahan yang baru dibangun (letaknya agak diatas bukit) untuk ketemu langsung dengan Bupati So’e yaitu Bapak Paulus Mella. Beliau menyempatkan diri untuk ngobrol dan menyambut kita dengan kain tenun khas So’e yang cantik. Terimakasih banyak ya Pak!
Eh iya, jangan lupa sempetin ke pasar untuk belanja buah di sini. So’e terkenal sama jeruk, srikaya, pisang tembaga, alpukat mentega dan beberapa buah lainnya. Ah, alpukat So’e mungkin salah satu alpukat terenak yang pernah gue makan seumur hidup. Katanya kalo lagi musim nih, saking banyaknya dan nggak tau mau diapain, alpukatnya sampe dijadiin makanan babi. Widih!
Selain buah, ada juga PINANG. Pinang di So’e adalah bagian hidup terpenting untuk masyarakat selain air. Semua orang disini cinta mati sama pinang! Mau tau rasa pinang? PAHIT. BANGET. Lebih pahit dari fakta kehidupan. Hehehe. Bingung gue kenapa mereka suka banget. Tiada hari tanpa ngunyah pinang.
Anyway, gue dan suami menghabiskan beberapa hari kita di So’e untuk melatih anak-anak kecil disini teknik bermain sepak bola dengan baik sekaligus beberapa materi dasar tentang cidera di lapangan bola dan P3K. (Suami memang berkecimpung di dunia bola). Karena sepak bola sangat ngetop disini (selain motoGP), anak-anak muda kumpul sukarela setiap hari untuk latian dilapangan tengah kota. Apalagi pas tau ada coach dari Jakarta datang, semua makin semangaattt! Sampai-sampai suami yang mengajar juga ikut semangat. (Gue yang ikut nongkrong, foto dan nendang sana sini juga semangatt hehhee)✌️.
Dari sore sampai menjelang magrib, dari cerah sampe mendung dan kabut, dari keringetan sampe menggigil dan dari kering sampe hujan rintik-rintik, semua mereka tetap haus ilmu dan nggak mau pulang. Seneng banget ngeliatnya. Apalagi kita bawa oleh-oleh dari Jakarta, puluhan bola baru untuk menggantikan bola-bola lama mereka yang aduhhh ampun deh udah pada rusak parah!!!
Oya, Pak Febri, si pakar buaya kita, adalah salah satu pelatih sepak bola disini yang rela melatih tanpa gaji tetap. Salut!
Hal juga yang seru di kota SOE dan sangat berkesan yaitu kehadiran satu-satunya anak perempuan yang mau ikut berlatih bola disini. Dan belakangan kita baru tau bahwa anak perempuan ini dan adiknya adalah 2 orang anak dari panti asuhan yang bela-belain datang nebeng angkot dari jarak yang sangat jauh demi bisa ikut latihan sepak bola. Mereka berdua sangat pemalu dan minder karena mereka nggak punya sepatu bola – padahal mereka bukan satu-satunya yang berlatih tanpa sepatu bola disini.
Ahh, hati trenyuh jadinya.
Rasa lelah jauh-jauh travel all the way here very much worth it kalau memang bisa memberi anak-anak ini bantuan, ilmu dan motivasi yang mereka butuhkan. May God bless these kids I pray.
Ini sebenarnya ceritanya jauh lebih panjang, tapi entar jadi buku saking panjangnya. Hehehe
Banyak soalnya yang seru di kota SOE.
So, I will end the story here by saying: Oh, So’e you are precious and ngangenin! We will surely come back here one day.
Temen-temen yang udah baca silahkan TINGGALIN COMMENT tentang tulisan “Ada yang seru di kota SOE NTT” ini DIBAWAH ya guys..Thank u!
There’s always room for a rather long story that can transport people to another place – JKR
olivelatuputty.com/blog –@shiningliv
Trima kasih postingannya …Seperti kembali kemasa lalu dimana kami setiap bulan kesini untuk melepas kepenatan kota…sungguh memori yg indah selama di pulau timor…
halo Riana… thank u for reading and leaving a comment also… wahh dulu selalu ke sana ya… lucky u.. it’s a beautiful place:)
Yang dari soe. Adakah kenalan yang jual alpukat mentega dan jeruk nya? Klo ada bisa hubungi ke kami donk
haloo thaank udah baca.. kita waktu itu beli di pinggir jalan jadi kalau yang jualan buah kita nggak ada kontaknya:(
Wah mba Olive sudah sampai di Soe ya , apakah sempat ke pantai kolbano. Saya di kupang dan suka ikuti kisah travelling mba .. hi hi hi
halo! saya sudah ke kolbano:) terimakasih banyak for reading ya:)
oma saya dari soe terimakasih untgk ceritanya
halo adi thanks for reading ya… salam untuk Oma di SOE ya…bless her!
Olive apa kabar?
haloo… kabar baik Anisaaa… hope u are too
saya juga suka rossi 46 kak hahaha
halo bul, thanks for reading ya.. haha sama saya juga!!!
Saya pernah kesana juga liv bagus memang dingin udaranyan
thanks for reading Kiki… iya bener dingin banget ya compare to Kupang yang panas hehehe
Thanks for the story mba Olive
you are welcome Revi, thanks for stopping by at blog:)